Senin, 01 September 2014

Terpasif

Karena aku terpasif
tidak mungkin Kau kucapai
Apalagi terjangkau andai
Kau terlalu jauh dari sampai.

Karena aku terpasif
selayaknya Kau yang menunjuk arah
sebab, perjalanan ini semakin parah
seperti leluconku yang murah, dan terus membuatMu marah.

Karena aku terpasif
mengalamiMu mungkin bisa nanti-nanti
jawab aku, seperti apa rasanya menjadi?
karena aku di sini terbiasa menunggu henti, sementara Kau kembali unjuk gigi.

Karena aku terpasif
aku terpaksa menyerah
mengalah meski Kau perah
Kau pun berkilah, bisikkanku Kau bisa digapai rendah.

Sabtu, 30 Agustus 2014

Kenapa Benci Batas?

img source: http://heleniows.files.wordpress.com

Kenapa benci batas?
Bukannya batas selalu berhilir bebas?
Kenapa teriak ingin bebas?
Padahal kamu tak pernah ingin dilepas.

                                     Kenapa benci batas?
                                     Bukannya batas menyatakan realitas?
                                     Kenapa menangis untuk realitas?
                                     Padahal aku dan kamu itu pantas.

Kenapa benci batas?
Bukannya batas milik yang di atas?
Kenapa menyerah pada yang di atas?
Padahal mereka juga adalah alas.

                                     Kenapa benci batas?
                                     Bukannya batas hanya sekilas?
                                     Kenapa bahagia untuk yang sekilas?
                                     Padahal aku dan kamu itu tanpa batas.

Jumat, 29 Agustus 2014

Jika Waktu Berhenti



Jika waktu berhenti, Sayang...
aku akan diam sebentar untuk mengurai cerita di matamu...
aku akan melakukannya sepuluh menit dalam hitungan waktu yang berjalan.

Jika waktu berhenti, Sayang...
aku akan tersenyum dan tak bergeser semili pun dari sampingmu meski kita tak saling tatap...
aku akan melakukannya selama satu jam dalam hitungan waktu yang berjalan.

Jika waktu berhenti, Sayang, aku akan menolehkan wajahku, dan memandangi separuh wajahmu yang mungkin saat itu akan mulai disesaki keriput...
aku akan melakukannya selama sepuluh jam dalam hitungan waktu yang berjalan.

Jika waktu berhenti, Sayang...
aku ingin kita berangkulan dan menutup mata kita... agar tahu bahwa kita telah jauh melangkah bersama, kita telah dalam saling memahami...
aku akan melakukannya selama satu hari penuh dalam hitungan waktu yang berjalan.

Jika waktu berhenti, Sayang...
aku akan memohonmu untuk tetap tinggal...
aku akan melakukannya seumur hidupku dalam hitungan waktu yang berjalan.

Jika waktu berhenti, Sayang, aku ingin kita lupakan waktu....

Oh, ya, apa? Aku tidak punya waktu lagi ternyata...
maukah kamu pinjamkan waktumu yang berhenti untukku, Sayang...?
pinjamkan aku seumur hidupmu dalam hitungan waktu yang berjalan...

Namun tunggu dulu...
sadarkah kau, Sayang?

Ternyata aku tetap perlu waktu yang berjalan untuk menghitung berapa lama lagi aku masih menginginkanmu.

Ternyata kita tidak butuh waktu yang berhenti, Sayang.




Telanjur Masa Lalu

Aku telanjur mengerti
mengerti mengapa aku tak juga menemui
menemui apa yang lama kucari
kucari diriku sendiri hingga mati.

                               Aku telanjur berlalu
                               berlalu dari lukisan yang belum layu
                               layu seperti percayaku
                               percayaku untuk kamu

Aku telanjur berhenti
berhenti dari benci dan cinta yang tak pernah kamu miliki
miliki saja segala kenyataan ini
ini juga palsu barangkali

                               Aku adalah kamu, katamu
                               katamu kita akan bertemu
                               bertemu sebelum aku
                               Aku telanjur masa lalu.